KOMISI Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menolak rencana Pemerintah untuk memberikan pemberatan hukuman bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak dengan hukum pengebirian.
Pernyataan sikap itu disampaikan Komnas HAM dalam jumpa pers di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (15/2) lalu. Hadir saat memberi keterangan pers, Siti Noor Laila (Wakil Ketua Internal Komnas HAM), Roichajul Aswidah (Wakil Ketua Eksternal), dan Sandrayati Moniaga (Komisioner Komnas HAM).
Seperti diberitakan media massa, rencana pemerintah tersebut akan diwujudkan melalui penerbitan Peraturan Pemerintah pengganti undang-undang (Perppu), yaitu dengan memberikan penghukuman kebiri secara kimiawi (chemical castration).
Komnas HAM memahami bahwa masalah kejahatan seksual terhadap anak sudah mencapai titik luar biasa dan perlu diambil langkah yang luar biasa untuk mengatasi masalah tersebut. Namun Komnas HAM mengingatkan bahwa perkembangan peradaban menuntun agar penghukuman tetap dilakukan dengan manusiawi.
“Juga diupayakan menjadi sebuah mekanisme rehabilitasi agar seseorang dapat kembali menjadi manusia yang utuh dan siap kembali dalam kehidupan sosial kemasyarakatan,” ujar Siti Noor Laila kepada wartawan.
Komnas HAM telah meminta masukan dari berbagai pihak dengan tetap memerhatikan keadilan bagi korban. Komnas HAM berpendapat, pemberian hukuman melalui pengebirian dapat dikualifikasi sebagai penghukuman keji dan tidak manusiawi yang tidak sesuai dengan konstitusi dan komitmen Indonesia dalam bidang hak asasi manusia.
Ketentuan Pasal 28 G ayat (2) Konstitusi Indonesia menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia.
Indonesia juga telah mengesahkan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau hukuman lain yang keji, tidak manusiwi, dan merendahkan martabat manusia melalui UU No. 5 Tahun 1998.
Menurut Komnas HAM, pemberian hukuman tambahan dengan pengebirian (baik kimiawi maupun dengan operasi medis) dapat dikualifikasi sebagai pelanggaran hak atas persetujuan tindakan medis dan hak atas perlindungan integritas fisik dan mental seseorang.
“Masukan dari para dokter, ahli hukum dan kriminolog, sebab kekerasan seksual bukan hanya bersifat medis, namun juga psikologis dan sosial. Tindakan kekerasan juga bukan hanya penetrasi alat kelamin semata,” jelasnya.
Dalam hal ini, lanjut Noor Laila, selain hukuman berdasarkan UU yang ada, yang harus diberikan adaah upaya pemulihan melalui rehabilitasi secara menyeluruh baik medis, psikologis, dan sosial dengan tetap berpedoman pada HAM.
Dikatakan Noor Laila, penanganan masalah kekerasan seksual dengan kebiri tidak akan menjawab masalah kekerasan seksual yang dihadapi.
“Langkah pemberian hukuman melalui pengebirian tidak proporsional untuk menangani masalah dan jauh dari tujuan yang ingin dicapai.”
Komnas HAM bersikap, Perppu tentang pemberian hukum kebiri sebaiknya dipertimbangkan kembali dan tidak diterbitkan. Komnas HAM memandang, bahwa penanganan kejahatan seksual terhadap anak – dalam hal ini juga perempuan – tidak hanya berpusat pada penghukuman, tapi juga tindakan pencegahan seperti pengembangan sistem perlindungan sosial terhadap anak atau pun melalui pendidikan dan peningkatan pemahaman mengenai reproduksi.
Hal ini dapat dilakukan dengan melaksanakan Inpres No 5 Tahun 2014 tentang Gerakan Nasional Anti Kejahatan Seksual terhadap Anak.