Setiap orang pasti menginginkan untuk menikah. Dalam Islam, pernikahan tidak terbatas pada hubungan platonis antara suami dan istri, juga bukan semata-mata untuk prokreasi. Istilah Islam untuk menikah, “nikah” secara harfiah berarti berhubungan badan.
Lantas, mengapa Islam memberikan aturan yang luas dan regulasi tentang hubungan suami istri? Ini karena Islam telah sepenuhnya mengerti bahwa naluri seksual tidak bisa dan tidak boleh ditekan. Naluri ini hanya dapat diatur untuk kesejahteraan manusia dalam kehidupan ini dan untuk keberhasilan mereka di akhirat.
Hubungan suami-istri dalam kehidupan pernikahan telah secara terbuka direkomendasikan di Qur’an,
“ …. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri..” (QS al-Baqarah, 2: 222)
“ …. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri..” (QS al-Baqarah, 2: 222)
Berbagai penelitian membuktikan bahwa orang yang menikah tetap sehat, secara fisik dan mental. Islam selalu menyatakan bahwa pernikahan sangat bermanfaat bagi kita dalam banyak cara. Islam juga menganggap pernikahan sebagai cara untuk memperoleh kesempurnaan ruhiyah.
Nabi Muhammad SAW mengatakan, “Orang yang menikah, sudah dijaga setengah dari agamanya, karena itu ia harus takut kepada Allah untuk setengah lainnya.”
Alangkah benarnya. Seseorang yang memenuhi dorongan seksualnya secara sah akan jarang terganggu dalam kegiatan ruhiyahnya. Medis setidaknya mencatat lima manfaat hubungan suami istri: mengurangi stress, meningkatkan kualitas tidur, memperkecil resiko sakit kepala, menjaga tubuh dari flu, memancarkan aura muda, dan mampu mencegah kram. Nah, selain sehat jasmani, ruhiyah kita pun cenderung terjaga kan?