Mungkin Anda akan kaget
mendengar kabar bahwa pisang goreng, camilan favorit banyak orang Indonesia,
ternyata bisa jadi haram. Padahal buah pisang sendiri secara alami bersifat
halal. Lantas, apa yang menyebabkan pisang goreng menjadi syubhat atau
diragukan kehalalannya?
Ternyata, masalahnya
terletak pada minyak yang digunakan untuk menggoreng pisang. Minyak goreng bisa
jernih dan berwarna kuning keemasan tanpa bau tengik minyak mentah. Hal ini
karena minyak goreng telah melalui proses penjernihan. Proses ini melibatkan karbon
aktif.
Di industri makanan dan
obat-obatan, karbon aktif digunakan untuk menyaring cairan serta menyerap dan
menghilangkan warna, bau dan rasa yang tidak diinginkan.
Karbon aktif bisa dibuat
dari bahan nabati seperti kayu dan tempurung kelapa yang diolah menjadi arang,
maupun dari bahan hewani seperti tulang binatang yang diproses menjadi arang.
"Nah, kalau berasal
dari tulang hewan, karbon aktif harus diteliti dulu lewat proses sertifikasi
halal. Jangan sampai menggunakan tulang babi," ujar Ir Nur Wahid MSi,
seperti dikutip dari situs LPPOM MUI.
Menurut Kepala Bidang
Pembinaan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetik Majelis Ulama
Indonesia (LPPOM MUI) Daerah itu, tulang babi banyak dimanfaatkan sebagai
karbon aktif di negara-negara Eropa.
Di sana, stok tulang
babi sebagai limbah rumah pemotongan hewan melimpah. Selain itu, tempurung
kelapa dan kayu juga sulit didapat.
Karena itu, tentu karbon
aktif dari tulang babi jadi lebih murah. Apalagi, di negara-negara Barat
umumnya tak ada pertimbangan halal-haram.
Para ulama di Komisi
Fatwa (KF) MUI juga telah menetapkan fatwa, tidak boleh ada pemanfaatan babi
dalam proses pengolahan produk pangan.
Karena itu, proses
sertifikasi halal oleh LPPOM MUI dan penetapan fatwa halal oleh KF MUI adalah
usaha memastikan bahan dan produksi pangan, obat-obatan, dan kosmetik
benar-benar bebas dari unsur haram menurut syariah. (Ism, Sumber: LPPOM MUI)
Menurut Kepala Bidang Pembinaan Lembaga Pengkajian Pangan,
Obat-obatan, dan Kosmetik Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) Daerah itu,
tulang babi banyak dimanfaatkan sebagai karbon aktif di negara-negara Eropa.
Di sana, stok tulang babi sebagai limbah
rumah pemotongan hewan melimpah. Selain itu, tempurung kelapa dan kayu juga
sulit didapat.
Karena itu, tentu karbon aktif dari tulang
babi jadi lebih murah. Apalagi, di negara-negara Barat umumnya tak ada
pertimbangan halal-haram.
Para ulama di Komisi Fatwa (KF) MUI juga
telah menetapkan fatwa, tidak boleh ada pemanfaatan babi dalam proses
pengolahan produk pangan.
Karena itu, proses sertifikasi halal oleh
LPPOM MUI dan penetapan fatwa halal oleh KF MUI adalah usaha memastikan bahan
dan produksi pangan, obat-obatan, dan kosmetik benar-benar bebas dari unsur
haram menurut syariah. (Ism, Sumber: LPPOM MUI)